Saya
yakin masih banyak guru-guru yang meraba-raba bagaimana alat model
evaluasi dalam kurikulum 2013. Bagi guru-guru jenjang SMP dan SMA
sepertinya tidak masalah meskipun kurikulumnya sudah berganti menjadi
Kurikulum 2013 (baca K13) hal ini dikarenakan pembelajarannya tidak
bersifat tematik. di SMP atau SMA/SMK walaupun menggunakan kurikulum
baru tapi tidak ada kewajiban baku dalam proses pembelajaran, yang ada
mungkin hanya model raport yang menambahkan proses deskripsi. Tetapi
bagaimana dengan para guru dari jenjang SD atau sekolah dasar, dengan
kurikulum baru 2013 mereka juga diwajibkan untuk melakukan proses model
pembelajaran dikelas dengan sistem Tematik. Saya yakin proses ini akan
menjadi efek berantai proses pembelajaran selanjutnya, artikel saya ini
sedikit akan mengupas bagaimana seharusnya para guru melakukan proses
pembuatan alat evaluasi pembelajaran Tematik dalam kegiatan
pembelajarannya apakah dalam 1 paket soal gabungan dari beberapa mata
pelajaran atau sebaliknya terpisah antar pelajaran lainnya, simak ya…
Prolog
Seperti kita ketahui bahwa pembelajaran tematik adalah hasil karya
gerakan filsafat pragmatisme asal Amerika yang berkembang dari tradisi
pemikiran yang spekulatif bersumber dari warisan filsafat rasionalistik
Descartes dan berkembang melalui idealisme kritis dari Kant, termasuk
idealisme absolut Hegel serta sejumlah pemikir rasionalistik. Siapakah
orang yang paling bertanggung jawab dibalik konsep tematik ini?
jawabnnya adalah John Dewey, seorang filsuf dari Amerika, pendidik dan
pengkritik sosial yang lahir di Burlington, Vermont ditahun 1859.
Beberapa buku karya John dewey diantaranya Outlines of a Critica
Theory of Etics diterbitkan. Tiga tahun kemudian, 1894, terbit lagi The
Study Of Etics: A Syllabus. Ketika ia berkarya di Universitas Chicago,
berturut-turut ia menerbitkan My Pedagogic Creed (1897), The School and
Society (1903), dan Logical Conditions of a Scientific Treatment of
Morality (1903). Ia juga banyak menghasilkan uku-buku ketika berada di
Universitas Colombia seperti Ethics (1908), How We Think (1910), The
Influence of Darwin and Other Essays in Contemporary Thought (1910),
School of Tomorrow (1915), Democraty and Education (1916), Essays in
Experimental Logic (1916), Recunstruction in Philosophy (1920), Human
Nature and Conduct (1922), Experience and Nature (1925), The Quest for
Certainty (1929), Art as Experience (1934), A Common Faith (1934),
Experience and Education (1938), Logic: The Theory of Inquiry (1938),
Theory of Valuation (1939), Education Today (1940), Problem of Men
(1946), dan Knowing and The Known (1949).
Pembelajaran tematik berasal dari kata integrated teaching and
learning atau integrated curriculum approach yang konsepnya telah lama
dikemukakan oleh Jhon dewey sebagai usaha mengintegrasikan perkembangan
dan pertumbuhan siswa dan kemampuan perkembangannya.
Tematik versi guru Indonesia
Saya menyadari sebagai mahasiswa jurusan Penelitian dan evaluasi
pendidikan saya tidak mau gegabah mencerna sebuah teori yang hanya
dinukil dari tutor dari sumber tutor sebelumnya. Beberapa hari pelatihan
kurikulum 2013 yang dilaksanakan atau bahkan dipaksakan untuk di
lakukan oleh guru-guru belum memperjelas konsep tematik secara
keseluruhan. Bahkan kesimpulan saya dari apa yang saya dapat dari para
tutor tersebut adalah “pokoknya pembelajaan tematik harus sesuai dengan
tema” .
Pertanyaan lain mengenai bagaimana model evaluasi yang mutlak
dilaksakan belum terjawab bahkan sengaja tidak dijawab. Dari beberapa
tutor lain mengatakan bahwa evaluasi soal dalam tematik 2013 harus
mencakup 1 tema dan mewakili kesemua pelajaran. Tetapi muncul juga
pertanyaan bagaimana dengan skala prioritas bagi kelas tinggi, apakah
harus sama dengan kelas rendah? sebagian mereka menjawab “iya” ada yang
menjawab ” bisa jadi” bahkan ada yang menjawab “tidak tahu”. Baiklah
mari saya jelaskan.
Model pembelajaran Tematik
Filosofi pembelajaran Tematik yang dikembangkan John dewey di awal
tahun 1900 menarik para pemikir baru yang akhirnya berhasil
mengembangkan konsep pembelajaran tematik, salah satunya adalah Robin
Fogarty . Fogaty sendiri adalah president dari Robin Fogarty and
Associate. ia adalah seorang pendidik yang berfokus pada keberhasilan
guru dikelas, Fogarty telah melatih para pendidik diseluruh dunia untuk
mengajarkan tentang kurrikulum dan cara strategis dalam penilaian.
Menurut Fogaty ada 10 model perencanakan pembelajaran tematik
pengembangan dari John Dewey Theory:
1. Model penggalan ( fragmented ) memisah-misahkan disiplin ilmu atas
mata pelajaran-mata pelajaran, seperti matematika, bahasa Indonesia,
IPA, dan sebagainya.
2. Model keterhubungan (Connected) dilandasi oleh anggapan bahwa
butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran
tertentu.
3. Model sarang (Nested) merupakan pemaduan bentuk penguasaan konsep ketrampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran.
4. Model urutan / rangkaian (Sequenced) merupakan model pemaduan topic-topik antar mata pelajaran yang berbeda secara pararel.
5. Model bagian (Shared) merupakan pemaduan pembelajaran akibat
adanya”overlapping”konsep atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih.
6. Model jarring laba-laba (Webbed) model ini bertolak dari pendekatan tematis sebagai pemadu bahan dan kegiatan pembelajaran.
7. Model galur (Thereaded) merupakan model pemaduan bentuk ketrampilan.
8. Model ketematikan (Integrated) merupakan pemaduan sejumlah topic dari
mata pelajaran yang berbeda, tetapi esensinya sama dalam sebuah topic
tertentu.
9. Model celupan (Immerrsed) model ini dirancang untuk membantu siswa
dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan
dihubungkan dengan pemakaiannya.
10. Model jaringan (Networked) merupakan model pemaduan pembelajaran
yang mengandalkan kemungkinan, pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan
masalah, maupun tuntutan bentuk ketrampilan baru setelah siswa
mengadakanstudy lapangan dalam situasi, kondisi maupun konteks yang
berbeda-beda.
Model pemisahan evaluasi pembelajaran (Fragmented) termasuk juga format soal
Menurut saya dalam setiap model pembelajaran mempunyai persamaan pula
dalam pelaksanaan teknik assesment atau teknik penilaiannya. Adapun
yang selama ini didengungkan para tutor pembelajaran kurikulm 2013 bahwa
guru diwajibkan mengajar dengan menggabungkan pelajaran sekaligus dan
“harus selalu” mengkait-kaitkan tema maka dengan melihat 10 model ini
akan langsung terbantahkan. Artinya ketika kelas tinggi melakukan model
pembelajaran tematik Fragmented (terpisah) maka para pengajar ditingkat
SD boleh-boleh saja memberikan pembelajaran secara terpenggal asalkan
masih dalam konteks tema global. Termasuk pembuatan soal ujian maka guru
juga diperbolehkan melakukan pemisahan dengan pelajaran lain selama
masih dalam satu tema.
Model pembelajaran penggalan atau Fragmented yang dikembangkan Robin
Forgati (1991) cocok bagi siswa jenjang Sekolah Dasar kelas tinggi yaitu
kelas 4, 5 dan 6. Hal ini dikarenakan fokus pembelajaran sudah hampir
mengalami kualitas soal C1 sampai dengan C9. Sangat naif jika para siswa
kelas tinggi ini paksa diuji dengan soal dengan tingkat kuantitas dan
kualitas yang terbatas. Hasilnya pasti bisa didapat tidaklah sesuai
dengan indikator keberhasilan.
Padmono dalam bukunya yang berjudul “Pembelajaran Terpadu”
mengatakan bahwa melalui kurikulum terpadu dalam satu disiplin ilmu,
dapat terjadi jika seorang guru memiliki keinginan agar siswa setelah
menempuh pembelajaran satu kurun waktu tertentu memiliki kemampuan atau
kecakapan tertentu. Kelebihan pembelajaran model ini
adalah siswa menguasai secara penuh satu kemampuan tertentu untuk tiap
mata pelajaran, ia ahli dan terampil dalam bidang tertentu. Sedangkan kekurangannya
adalah Ia belajar hanya pada tempat dan sumber belajar dan kurang mampu
membuat hubungan atau integrasi dengan konsep sejenis. hal ini
menegaskan bahwa format pembuatan soal ditematik tidak serta merta harus
dalam satu paket soal dengan memuat 4 atau bahkan 5 soal sekaligus.
Padmono juga mengatakan bahwa Model fragmented ditandai oleh ciri pemaduan yang hanya terbatas pada satu mata pelajaran
saja. Misalnya, dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, materi
pembelajaran tentang menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dapat
dipadukan dalam materi pembelajaran keterampilan berbahasa. Dalam proses
pembelajarannya, butir-butir materi tersebut dilaksanakan secara
terpisah-pisah pada jam yang berbeda-beda tanpa harus dikombinasikan
dengan pelajaran lain.
Saya yakin teori ini menjadi jawaban prof Yohanes Surya akan
ketakutannya terjadi penurunan kualitas kemampuan koognitif siswa akan
mata pelajaran tertentu (IPA) dimasa depan karena siswa diharuskan
mencampur pelajaran IPA dengan pelajaran lainnya dalam satu waktu.
Perbedaan Format Soal KTSP dengan Tematik
Secara garis besar format soal KTSP dan Tematik jika menggunakan
model Fragmented atau terpisah adalah sama, baik jumlah soal dan bentuk
soal, apakah itu 20 pilihan ganda, 10 isian singkat dan 5 essai. Tetapi
jika di petakan dengan pelajaran lainnya seperti bahasa Indonesia, IPA,
MTK dll kebersamaan fokus tema menjadi pembeda antara kurikulum tematik
dan KTSP. ini juga menjadi jawaban bagi ketakutan sebagian guru SD kelas
tinggi. Bayangkan jika anda mengajar kelas 4, 5 atau 6 kemudian membuat
1 paket soal tema 1 dengan jumlah 40 soal dan didalam 40 soal tersebut
terdapat 5 fokus mata pelajaran sekaligus . Hitung-hitungan kasarnya
jika 40 soal dibagi 5 pelajaran maka akan ada 8 butir soal yang mewakili
mata pelajaran tertentu. Padahal faktanya dalam 1 tema mata pelajaran
tertentu bisa lebih ada 8 indikator yang harus dikuasai. Artinya siswa
dikatakan berhasil menguasi satu tema pembelajaran tertentu dengan cukup
diwakili 8 soal saja, dahsyat benar assementnya. Belum lagi dengan
keterwakilan materi, kemudian harus adanya soal dengan kategori standar
soal tinggi dan rendah serta terpencarnya C1 dan C9 pada setiap soal.
Kesimpulan
Model pembelajaran tematik adalah sebuah pengembangan model lama yang
baru diadaptasi kini oleh pemerintah Indonesia. Pendekatan pembelajaran
tematik memang menunjukan kaitan unsur-unsur konsept baik didalam
maupun antar mata pelajaran, sesuai dengan konsep inti dalam filsafat
Dewey yaitu “pengalaman”. Tematik filosofi Dewey memberi peluang bagi
terjadinya pembelajaran yang efektif dan memberikan pengalaman yang
bermakna bagi anak. Tetapi harus diingat jangan sampai para pemangku
pendidikan kita atau bahkan para tutor Kurikulum 2013 gagap dalam
mengartikulasi konsep dasar filosofis dalam integrated teaching and learning atau integrated curriculum approach
atau yang dikenal dengan Tematik dalam kacamata yang tidak utuh atau
setengah-setangah atau bahkan salah tafsir atau gagal paham, tetapi
tidak mengerti bagaimana proses pelaksanaannya, bahkan dalam soal
menentukan dan membuat format evaluasi soal tematik.
sumber
https://bangfajars.wordpress.com/2014/08/14/model-soal-evaluasi-pembelajaran-tematik-kurikulum-2013/
